Teladan Kebaikan Pak Haji Sumyadi
PERJALANAN Hidayatullah Kudus tidak bisa dilepaskan peran dari pak Haji Sumyadi. Sekarang usia beliau 77 tahun.
Kisahnya bermula dari pertemuan dengan Ustadz Imam Syahid yang bertugas dari Hidayatullah Surabaya untuk merintis Hidayatullah Kudus.
Sebagaimana yang lain, Ustadz Imam Syahid awal bertugas ke Kudus tanpa alamat dan kenalan. Sehingga beliau silaturahim dari masjid ke masjid. Kemampuan juga terbatas, hanya modal taat.
Saat Imam Syahid shalat di masjid dekat pasar Kliwon dilihat oleh pak Haji Sumyadi. Didekati dan ditanya-tanya. Ngobrol sebentar. Ada hal yang menarik dari ustadz Imam Syahid yaitu keluguan, kesederhanaan, dan keyakinannya untuk mendirikan sebuah pesantren.
Sehingga pak Haji, beri pinjaman rumah dekat masjid. Disitulah ustasz Imam Syahid sangat bersyukur sekali, berusaha menyulap rumah itu menjadi istana, dibersihkan dan dirapihkan sebaik mungkin.
Di masjid, satu persatu Imam Syahid mengajari anak-anak dan menjaga waktu shalat. Pak Haji semakin simpati dan tertarik dengan dai Hidayatullah ini.
Namun untuk lebih meyakinkan diri, pak Haji pergi ke Pesantren Hidayatullah Surabaya dan silaturahim dengan ustadz Abdul Rahman. Ternyata ustadz Imam Syahid memang santri Surabaya yang ditugaskan merintis Hidayatullah Kudus.
Setelah itu, pak Haji menyerahkan tanahnya di daerah Grogol Kudus. Bukan hanya tanah tapi membiayai pembangunan fasilitas di dalamnya. Sekarang telah berdiri TK dan SD.
Saat Hidayatullah mendapatkan tanah di daerah Kaliwungu, pak Haji yang membiayai 90 % fasilitas masjid, asrama, dan kelas putra dan putri. Fasiltas pendidikan SMP dan SMK putra-putri.
Beliau mengaku hanya sebagai pedagang sandal jepit saja. Namun omset bisnisnya subhanallah luar biasa hingga jaringan luar negeri. Bisa membeli beberapa rumah ukuran besar di tengah kota dan menyekolahkan putra-putrinya hingga luar negeri.
Pada awalnya, putra-putrinya kurang mendukung Pak Haji karena mungkin dianggap terlalu banyak yang diberikan ke Hidayatullah Kudus dan terlalu perhatian. Tapi lama kelamaan, putra-putrinya ketika sudah dewasa dan memahami, mereka sekarang justru turut mendukung pembangunan di Hidayatullah Kudus.
Sekarang putra-putrinya sudah sukses meneruskan usaha pak Haji. Ada yang menjadi dokter, kepala rumah sakit dan memiliki travel haji umroh.
Ketika pak Haji ditanya, “Mengapa senang membantu Pesantren Hidayatullah?” Beliau menjawab, “Saya senang dengan akhlaknya yang sopan, sederhana, rajin ibadahnya, dan menghormati orang tua”
Pak Haji beberapa kali pergi ke daerah dan bersilaturahmi ke Hidayatullah seperti ke Balikpapan dan Makassar. Ia senantiasa disambut dengan sopan, ramah, dan dihormati padahal baru kenal atau belum kenal sebelumnya.
Beliau juga senang ketika datang ustadz-ustadz dari daerah atau Jakarta datang ke Hidayatullah Kudus lalu mampir ke rumahnya. Ada perasaan nyambung dan sama pemikirannya. Sehingga banyak saudara dan teman yang seiman.
Setiap pekan, dua kali beliau ke Pesantren Hidayatullah Kudus. Hanya untuk melihat progress pembangunan dan menyapa para ustadz dan santri-santri.
Shalat berjamaah masih tetap terjaga di masjid dengan baik, tapi tidak lagi menjadi imam. Karena sejak sakit, kurang fit dan khawatir lupa rakaatnya.
Setiap sore mendengar murottal bacaan al Quran dan ceramah. Ini dalam rangka menjaga istiqomah dan meraih husnul khotimah.
Semoga Allah senantiasa menjaga beliau dan memberikan keberkahan hidupnya. Serta kita bisa meneladani dalam memberikan kontribusi terbaik kepada Islam.
*) Abdul Ghofar Hadi, penulis adalah Wasekjen I DPP Hidayatullah